TAMAN BACA MASYARAKAT BERBASIS KEARIFAN LOKAL UNTUK MENJAGA SUMBER DAYA ALAM YANG BERKELANJUTAN

Isu yang sangat sering dibahas dimana – mana yaitu mengenai sumber daya alam berkelanjutan, diantaranya kualitas air. Hal tersebut tidak terlepas dari adanya Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia yang mengalami penurunan kualitas dan kerusakan yang disebabkan oleh perubahan tata guna lahan, pertambahan jumlah penduduk, perkembangan industri, serta kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan DAS.

Salah DAS tersebut yaitu DAS Brantas khususnya pada segmen Kediri menjadi salah satu ekosistem sungai yang mengalami kerusakan dan penurunan kualitas, hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan pada dasar sungai akibat penambangan pasir dengan sistem mekanik, sehingga mengakibatkan kerusakan pada tebing sungai dan daerah sempadan sungai (Arisandi dan Rini, 2015, p.6).

Hutan alami pada bantaran sungai merupakan komponen yang penting dalam habitat perairan, karena bantaran sungai pada DAS Brantas menjadi penyedia sumber makanan bagi biota dan makroinvertebrata sungai serta memberikan habitat bagi hewan darat. Semakin luas bantaran sungai yang dilindungi semakin banyak habitat atau ekosistem yang dapat mendukung kehidupan.

Dalam perlindungan satwa liar secara optimal membutuhkan bantaran sungai 100 meter (300 feet) yang harus dipertahankan sebagai hutan vegetasi alami (Stromberg et. al. 2004 dalam Arisandi dan Rini, 2015, p.25). Hasil laporan dari Institute of Ecology Georgia menyatakan bahwa lebar bantaran sungai paling efektif adalah minimal 30 meter atau 100 kaki, berupa hutan alami yang dipertahankan di sepanjang aliran sungai, baik sungai besar maupun anak sungai (Wenger, 1999 dalam Arisandi dan Rini, 2015, p.26).

Namun, kondisi bantaran sungai yang ideal sesuai dengan pemaparan tersebut belum mampu dipenuhi oleh realita yang ada di lapangan saat ini. Hal ini disebkan karena warga di sekitar DAS belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang bagaimana cara hidup berprinsip ekologis sehingga mampu memelihara DAS sebagai pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan.

Perkembangan ilmu pengetahuan sangat penting bagi masyarakat, sebab dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan pengetahuan untuk menghadapi berbagai permasalahan di dunia yang bersifat dinamis, penuh ketidakpastian dan selalu berubah (Case, 2002, p.8 dalam Laksmi, 2016). Untuk mengatasinya, manusia baik secara individu maupun kelompok, menjadikan sistem pengetahuan sebagai pedoman dan pengarah dalam bertindak dan berperilaku (Clifford Geertz dalam Laksmi, 2016).

Selain hal tersebut diatas, perkembangan ilmu pengetahuan dapat diperoleh dari berbagai sumber. Baik melalui pengamatan, interaksi sosial, maupun bacaan. Sehingga diperlukan adanya suatu inovasi dalam meningkatkan pola pemikiran berwawasan pengetahuan khususnya pada masyarakat di sekitar DAS. Diantaranya dengan adanya Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di daerah DAS berbasis kearifan lokal yang dibangun melalui beberapa tahapan.

Pada tahun pertama, dibuat suatu rekayasa sosial sehingga kegiatan atau keberadaan TBM dibuat seolah lahir dari buah pemikiran warga sendiri dan berdasarkan kebutuhan warga. Kondisi tersebut akan memicu rasa memiliki dari warga setempat. Apabila dengan cara menginstruksikan suatu program maka itu akan dilihat warga sebagai sesuatu yang berasal dari luar sehingga warga tidak muncul rasa memiliki dan membutuhkan dari TBMini. Kondisi tersebut dapat berujung pada rasa cuek dan takut atau muncul kecurigaan akan terjadinya suatu perubahan yang tidak mereka inginkan dalam lingkungan hidup mereka.

Petugas pelaksana pendirian TBM turut serta aktif dalam kegiatan warga. Setelah petugas pelaksana diterima sebagai bagian dari warga maka selanjutnya usulan pendirian TBM disampaikan melalui perbincangan yang biasa dilakukan warga ketika berkumpul santai. Tahap awal ini tidak langsung berupa pendirian bangunan namun penyediaan rak dengan buku-buku bertema agama, lingkungan DAS, pertanian, memasak, majalah anak, atau berbagai bacaan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik warga. Tahap ini mengutamakan pemanfaatan dan penggunaan buku yang intensif oleh warga.

Selanjutnya pengembangan kegiatan atau sosialisasi seputar bagaimana tata cara hidup yang tepat di DAS Brantas yang diangkat melalui kegiatan warga. Hal ini bertujuan untuk memunculkan kekuatan warga. Mengajak warga berani bersuara dan menjaga lingkungan tempat tinggalnya. Selain itu agar warga memahami lingkungan tempat tinggal mereka dan hal-hal yang mengancam keberlangsungan lingkungan hidup mereka di masa mendatang. Dengan begitu kontrol serta perlindungan pada SDA akan lebih mudah dan kuat untuk dilakukan. Sebab warga yang menempati, menjaga, melestarikan, melindungi, dan mengawasi lingkungan tempat mereka tinggal.

Kekuatan warga adalah suatu hal yang dapat memberikan dampak. Kita dapat melihat contoh kasus warga Kendeng yang melakukan aksi bersama dan berhasil memenangkan gugatan beberapa waktu lalu. Bahkan meski terdapat iming-imingan kesejahteraan mereka tetap tidak terpengaruh. Berikut petikan wawancara terhadap salah seorang warga sebagaimana dilansir detik.com,
“Tawaran kesejahteraan pemerintah dan perusahaan belum tentu terwujud. Kesejahteraan warga dari bertani terbukti mencukupi kehidupan sehari-hari bahkan bisa diwariskan untuk anak-cucu.”

Berbagai kegiatan tersebut difokuskan pada tiga tahun pertama. Selanjutnya pada tahun keempat berupaya mendirikan bangunan. Bangunan dimanfaatkan untuk kegiatan kolaborasi untuk menciptakan inovasi berbasis permasalahan khas warga DAS tersebut. Jadi konsep kolaborasi tidak hanya dipergunakan dalam bidang teknologi internet saja seperti pengembangan ­start-up. Tahap berikutnya yaitu mengembangkan berbagai kegiatan yang mampu mendatangkan keuntungan secara ekonomi. Hal tersebut bertujuan agar warga mampu mandiri dan lebih berdaya. Sebab keberadaan usaha milik pemodal seringkali membuat warga tergiur janji akan dijadikan sebagai karyawan atau buruh. Tidak hanya kegiatan yang mampu mendatangkan ekonomi saja. Berbagai kegiatan lain dapat terus dikembangkan. Agar TBM dapat menjadi pusat pengetahuan warga secara terus menerus dan menjamin sumber daya alam yang berkelanjutan.

Melalui kegiatan yang terus berlanjut atau ditambah, bekerjasama dengan berbagai pihak, dan pendanaan dari berbagai sumber bertujuan menjamin keberlanjutan TBM yang didesain sebagai strategi pemeliharaan DAS sebagai sumber daya alam yang berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

  • Anonim, 2015. Laporan Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur Tahun 2009. Pemerintah Provinsi Jawa Timur. 16-21.
  • Arisandi, Prigi dan Rini, Daru Setyo. 2015. Sensus Ikan: Uji Kelayakan Hulu Kali Surabaya Sebagai Kawasan Suaka Ikan. Surabaya: Biro Administrasi Sumber Daya Alam Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur.
  • Laksmi, Teori Interaksionisme Simbolik dalam Kajian Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional Peranan Teori Ilmu Sosial dalam Pengembangan Ilmu Informasi dan Perpustakaan, di UNAIR, Kamis, 20 Oktober 2016
  • http://bbwsbrantas.org/?/p/16/wilayah_administrasi. Diakses pada 6 Desember 2016 pukul 10.36 WIB.
  • http://www.mongabay.co.id/2015/11/18/gugat-izin-lingkungan-tambang-semen-warga-kendeng-menang/. Diakses pada 13 November 2016 pukul 14.45 WIB
  • http://www.mongabay.co.id/2016/03/11/warga-pati-melawan-bupati-dan-perusahaan-demi-menjaga-alam/ Diakses pada 13 November 2016 pukul 14.59 WIB.
  • http://news.detik.com/berita/1621675/tolak-pembangunan-pabrik-semen-ribuan-warga-pati-serbu-kantor-dprd. Diakses pada 13 November 2016 pukul 15.39 WIB.
  • Pemerintah Provinsi Jawa Timur. 2010. Buku Laporan Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur Tahun 2010. Surabaya, Indonesia.
  • Republik Indonesia. 2011. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 38 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sungai. Jakarta: Sekretariat Negara. Silalahi, Uber. 2006. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: Unpar.

Oleh : Desta Kurnia Dewi, S.IIP *(Pustakawan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur)

Leave a Comment