PROFIL GUBERNUR JAWA TIMUR MASA HINDIA BELANDA TAHUN 1928-1924)

Berbicara mengenai jabatan “Gubernur” di Jawa Timur, tidaklah dapat dipisahkan dengan wilayah yang menjadi daerah ayahan tugasnya, yaitu : daerah propinsi. Apabila hal itu dikaitkan dengan Jawa Timur, maka akan muncul dua pertanyaan, kapanjabatan itu mulai ada di JawaTimur,dan mulai kapan daerah itu berstatus sebagai daerah propinsi? Pertanyaan pertama, telah dijawab oleh penulisan sumber yang dilakukan oleh Badan Arsip Propinsi Jawa Timur. Jawaban terhadap pertanyaan kedua, dikemukakan dalam paparan ini bersifat melengkapi. Hubungan antara kedua kata itu, yaitu Gubernur dan Propinsi, kiranya dapat diibaratkan seperti antara air dengan wadah, misalnya guci, atau genthong-nya.

Pengungkapan masalah Jawa Timur sebagai daerah propinsi, sebenamya juga mengundang pertanyaan. Mengapa pada era Hindia Belanda baru pada tahun 1928, Jawa Timur ditetapkan sebagai daerah Propinsi? Bagaimana kedudukan Jawa Timur sebelumnya? Apakah penetapan itu merupakan hal yang tiba-tiba atau baru kali pertama terjadi? Atau penetapan itu memerlukan proses panjang, dan sebagainya.

Bertitik tolak dari pertanyaan-pertanyaan di atas, paparan ini berusaha mengungkapkan tentang status Jawa Timur sejak dikenal dalarn sejarah Indonesia sampai kepada penetapannya menjadi daerah propinsi yang dikepalai atau diperintah oleh seorang “Gubernur”.

Pada abad VIII, berdasarkan pemberitaan prasasti Canggal, 732, gerak sejarah muncul di Jawa Tengah, yang menandai berdirinya Kerajaan Mataram kuno. Dalam waktu yang tidak terlalu lama Jawa Timur juga menyusul, yaitu Kerajaan Kanjuruhan seperti tercantum pada prasasti Dinoyo, 760. Pada abad-abad berikutnya bandul sejarah memang berada di Jawa Tengah. Baru pada akhir abad IX, tepatnya pada masa pemerintahan Rakai Watukura Dyah Balitung Darmodaya Mahasambhu, aktivitas mulai bergeser ke Jawa Timur. Pergeseran tersebut menjadi bertambah cepat, bahkan pada pertengahan abad X, tepatnya tahun 937, perpindahan pusat kerajaan ke Jawa Timur tidak terhindarkan lagi. Mulai abad X, paling tidak sekitar 600 tahun, Jawa Timur memberikan darmabaktinya bagi pembentukan kesatuan Nusantara, sebagai pusaran kekuasaan, hingga pusaran itu kembali lagi ke Jawa Tengah pada abad XVI.

Pada zaman Majapahit, pola pemerintahan yang terdiri dari pemerintahan desa, daerah atau kabupaten, dan pemerintahan pusat telah terbentuk. Untuk tingkat pemerintahan desa dan daerah terdiri berbagai ragam. Berdasarkan pemberitaan Nagarakartagama, pembagian wilayah dalam struktur pemerintahan Majapahit terdiri dari Nagara sebagai inti kerajaan, meliputi Kahuripan dan Daha tempat kediaman maharaja, yaitu : istana atau keraton. Wilayah inti ini dikelilingi oleh Nagara Agung, Lasem (utara), Lamajang (timur), Lodaya/Blitar (selatan), dan Pajang (barat). Daerah selebihnya disebut sebagai Amancanagara.

Struktur pembagian wilayah sebagai unsur budaya endogen yang muncul pada zaman Majapahit itu, temyata berkembang kembali, bahkan dilaksanakan dengan sangat ketal oleh Dinasti Mataram (1575-1755). Wilayah Kerajaan Mataram meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian Jawa Barat. Berdasarkan Serat Pustaka Rajapuwara (1740), wilayah Kerajaan Mataram terdiri dari daerah Nagara (inti), Naga Agung (mengelilingi nagara), Mancanagara Wetan, Mancanagara Kulon, Pesisir Wetan, dan Pesisir Kulon. Gabungan daerah Mancanagara Wetan dan Pesisir Wetan disebut Bang Wetan. Gabungan antaraMancanagara Kulon dan Pesisir Kulon dikenal sebagai Bang Kulon. Dalam hal ini wilayah Bang Wetan meliputi Jawa Timur sekarang. Ibu kola Mancanagara Wetan ada di Ponorogo, sedang ibu kola Pesisir Wetan ada di Japara.

Sementara VOC (1619), yang semula hanya mengusai Batavia, wilayahynya makin lama makin luas. Berturut-turut dari Mataram pada tahun 1646 didapatnya wilayah dari Batavia sampai Pernanukan, Losari (1678), dan Semarang (1705), seluruh Pesisir Utara Jawa (1745). Pada tahun 1709 dibentuk Propinsi Pesisir Utara Jawa (Java Noord Ooskust) dengan ibu kotanya Semarang. Sejak itu hubungan antara Mataram dengan VOC harus melalui Gubernur di Semarang. Di setiap kola, yang dikuasi, VOC mengangkat pejabatyang disebut sebagai Gezaghebber (penguasa).

Kekuasaan Mataram makin lama makin surut, akibat berbagai konflik internal yang tidak mampu diselesaikannya terpaksa meminta bantuan jasa VOC. Akibatnya daerah kekuasaannya makin berkurang, karena harus diserahkan sebagai pembayar hutang, dan status MataraM bagi VOC juga turun. Bila semula posisi Matararn sederajat dengan Gubernur Jenderal VOC di Batavia, kemudian turun sederajat dengan Gubernur VOC di Sernarang. Sebagian Jawa Timur, yaitu wilayah Pesisir Utara pada tahun 1745 dikuasai oleh VOC. Sepuluh tahun berikutnya, berdasarkan perjanjian Giyanti (1755), oleh VOC Mataram dipecah menjadi dua, Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Jogjakarta. Demikian pula wilayah Marnagara Wetan juga dibagi dua. Daerah Kediri, dan Ponorogo di bawakh kekuasaan Surakarta, sisanya seperti Tulungagung, N ganjuk, Madiun, Blitar merupakan wilayah Jogjakarta.

Takala VOC gulung tikar (1799) dan bermetamorphosa menjadi Pemerintah Hindia Belanda, di bawah Daendels (1803-18011) membagi Jawa menjadi sembilan karesidenan atau perfect. Pada tahun 1825-1830 pecah Perang Diponegoro yang dikenal pula dengan nama Perang Jawa. Perang tersebut, seperti halnya kemelut yang lainnya, baru dapat di atasi berkat intervensi Belanda. Ternyata perang itu juga telah menguras keuangan Belanda. Tatkala Perang Dipanegara dapat diakhiri (1830) maka sebagai ganti biaya yang dikeluarkannya semua wilayah mancanegara baik di timur maupun di barat diambil oleh Belanda. Dengan demikian sejak itu wilayah Jawa Timur sepenuhnya berada di bawah kekuasaan Belanda. Adapun Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Jogjakarta daerahnya diperkecil hingga tinggal daerah Karesidenan Surakarta dan Kasultanan Jogjakarta yang sekarang. Kedua kerajaan kecil itu kemudian lebih dikenal dengan sebutan Vorstenlanden.

Belanda dalam menyelenggarakan pemerintahan di wilayah kekuasaannya, khususnya di Jawa Timur membaginya menjadi afdeling-afdeling setingkat kabupaten dari zaman sebelumnya, yang dipimpin oleh regent atau bupati. Selanjutnya untuk mengkordinasikan setiap afdeling dibentuk karesidenan, sebagai perluasan dan penyemprunaan dari pemerintahan perfect dibawah seorang Residen Belanda.Karesidenan yang dibentuk itu adalah Surabaya, Malang, Besuki, kediri, Madiun, Bojonegoro dan Madura. Pada tiap-tiap kabupaten ditempatkan dua pejabat Belpeda, masing-masing asisten residen dan kontrolir.

Sementara itu sejak perlihan dari VOC ke Hindia Belanda baik pada tingkat internasional telah terjadi berbagai macam peristiwa yang melibatkan pihak Belanda secara total. Misalnya Revolusi Prancis dan perang-perang yang dilancarkan oleh Napoleon Bonaparte atau Perang Koalisi (1789-1813), Perang Kemerdekaan Amerika (1773-1776), Perang Jerman Prancis (1871), Perang Boer, Perang Dunia I (1914-1918) telah menyita perhatian Belanda.

Selama itu perbaikan pemerintahan dilakukan dengan pembentukan pemerintahan swapraja (gemeente) pada tahun 1906 bagi kota-kota yang memenuhi syarat tertentu. Misalnya, antara lain: Surabaya, Malang, Madiun, Probolinggo. Dan baru pada tahun 1928 oleh Belanda status Jawa Timur yang terbagi-bagi dalam beberapa karesidenan itu dikukuhkan menjadi pemerintahan Propinsi yang dipimpin oleh seorang Gubernur. Meskipun terjadi pergeseran, seperti Tuban yang semula merupakan bagian dari Karesidenan Rembang kemudian menjadi bagian Karesidenan Bojonegoro. Secara garis besar penataan dan pembagian wilayah kabupaten-kabupaten di Jawa Timur menjadi wilayah kekuasaan Hindia Belanda telah mapan hingga penetapan status jawa Timur tidak banyak berpengaruh terhadap penataan daerah kabupaten lainnya Struktur itu terus berlangsung, tidak hanya sampai masa kemerdekaan RI, bahkan juga sampai kini.

 

PEMERINTAHAN
MASA GUBERNUR W.Ch HARDEMAN

( 1 Juli 1928 -31 Maret 1931 )

 
 
 
   

ABSTRAKSI

Willem Charles Hardeman lahir di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1884. Ia adalah utra dari JA. Hardeman dan W.C.G. van Zijl de Jong. Ayahnya pernah menjabat sebagai residen di Jawa dan Madura. Dia menjalani pendidikannya di Eindexamen HBS, Groot Ambtenarenexamen dan Klein Notaris E.xamen. Kariernya dalam pernerintahan diawali dengan diangkatnya sebagai pegawai di Dinas Sipil, melalui besluit tanggal 21 Oktober 1903 No. 20.

Sebagai intelektual muda, ia menguasai beberapa bahasa asing, seperti: Jerman, Perancis dan Inggris. Karena seringnya bertemu dengan berbagai suku penduduk pribumi, membuatnya mampu berkomunikasi dalam berbagai daerah, seperti: Jawa, Melayu, Sunda, dan Madura. Semua ini menambah semakin baik penilaian atas dirinya di mata pimpinan Binnenlandsch Bestuur.

Kemampuannya yang tinggi dalam berkomunikasi dengan semua pihak membuat kariemya semakin menanjak. Perlahan tetapi pasti berbagai jabatan diraih. ini terlihat dari urutan jabatan yang pemah dipegang pada masa-masa berikutnya.

Berdasarkan catatan Binnenlandsch Bestuur, terlihat bahwa ia adalah orang yang memiliki banyak inisiatif, sekalipun beIum memiliki banyak pengalaman dalam pemerintahan. Ia menjalin komunikasi dengan penduduk maupun dengan sesama pejabat Belanda. Dia termasuk orang yang teIiti, rajin bekerja, dan bijak dalam mengambil keputusan. Karena prestasinya, membuat pemerintah memberikan penghargaan yang sangat tinggi padanya.

Pada tahun 1926, ia menggantikan J .M. Jordaan sebagai residen di Surabaya. Dalam pengangkatan ini sekaligus ia juga diangkat sebagai Ketua dan anggota NIAS (Nederland lndisch Artsen School) Surabaya. Jabatan ini biasanya dipegang oleh residen yang bertugas di Surabaya. Pengangkatan Hardeman sebagai ketua NIAS ini disetujui oleh kepala Dinas Kesehatan Rakyat di Weltevreden, setelah melalui persetujuan Gubernur Hindia Belanda.

Pada saat itu pemerintah mulai membentuk wilayah-wilayah (geweest) baru, seperti: Geweest Oost Java, Middle Java, West Java, dan lain-lain. Pemerintah merasa perlu menempatkan gubernur di daerah-daerah tersebut. Mengingat dedikasi W.Ch. Hardeman terhadap memerintah demikian tinggi, rnaka melalui besluit memerintah tanggal 6 Juni 1928 No. 32, diangkatlah ia sebagai Gouverneur van her Geweest Oost-Java mulai tanggall Juli 1928. Bersarnaan itu pula diangkat PJ van Gulik, Residen Semarang sebagai Gubemur Jawa Tengah. W.Ch. Hardeman juga mengeluarkan Memorandum antara tahun 1928 sampai Maret 1931 yang isinya antara lain, Pembagian dan Pemerintah.

Pada 1 Juli 1928 pembagian administrasi baru dilakukan dimana didaerah- daerah lama seperti Surabaya, Madioen, Kediri, Pasuruan, Besuki, Madura dan separo Rembang dibagi dalam 15 afdeling yang sarna didaerah bentukan Jawa Timur ( Staatblad 1927 No. 558 jun to 1928 No. 1945, diputuskan dengan Staatblad 1928 No. 334.

Dengan diangkatnya Hardeman sebagai Gubemur Jawa Timur, otomatis tanggung jawabnya terhadap pemerintah bertambah besar. Itu sebabnya ia diberhentikan dengan hormat sebagai ketua dan anggota NIAS sekaligus Residen Surabaya. Untuk menggantikan kedudukan sebagai residen, ketua dan anggota NIAS telah ditunjuk G.H. de Man.

Pada akhir tahun 1928, terjadi perubahan lagi dalam pembagian administratif pemerintahan. Pembagian wilayah yang semula Geweest ditingkatkan sebagai propinsi. Maka berdasarkan besluit tanggal 17 Desember 1928 No.1 x, W. Ch.

Hardeman diangkat lagi sebagai Gubemur Propinsi Jawa Timur mulai tanggal 1 Januari 1929 dengan gaji f.200: per bulan.

Di dalam membangun daerahnya, Hardeman terpaksa harus mengupayakan pinjarnan uang untuk modal pembangunan. Ia merencanakan meminjaman lunak uang sebesar f. 37.500,- yang akan dibayar selama 20 tahun. Akhirnya Dewan Propinsi meluluskan permohonan Gubernur Hardeman dan memberi sebesarf. 750.000,- dengan bunga pinjaman sebesar 5% per tahun. Pinjaman ini akan dibayar kembali secara berangsur selama 19 tahun, mulai tahun 1930 sampai 1948. Rencananya, uang pinjaman itu akan digunakan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan fisik yang di Propinsi Jawa limur, seperti: bangunan pasar, saluran pengairan, pipa airminum, dll.
Pada akhir masa pemerintahannya, Hardeman menyampaikan laporan pertanggungjawaban sebagai gubemur dari bulan Juli 1928 sampai Maret 1931. Ia juga rnenyampaikan apa saja yang telah dilakukan selama itu. Ada beberapa hal yang disampaikan, seperti masaIah pembagian wilayah dan pernerintahan, masaIah politik dan peradilan, kehutanan, laIu lintas jaIan, bidang purbakala, dan lain-lain. Selepas jabatannya sebagai Gubemur Jawa Timur, Hardeman masih ditunjuk sebagai anggota Raad van lndie di Batavia. Adapun sebagai penggantinya, ditunjuk sebagai Gubemur Jawa Timur adalah G.H. de Man yang sebelumnya menggantikan dirinya sebagai residen dan ketua NIAS, Surabaya.

 

PEMERINTAHAN
MASA GUBERNUR G.H. de MAN

( 14 April 1931 -21 Juni 1933)

 
 
 
   

ABSTRAKSI


G.H. de Man mengawali kariernya dalam pemerintahan dimulai ketika dia diangkat sebagai Ambtenaren ter beschikking di Agrarische Zaken pada tanggal 26 Oktober 1906. Kemnudian dia diangkat sebagai Controleur daerah Genteng pada Standplaatsen van de overige, Controleur en adspirant Controleurs di Binnenlandsch Bestuur op Java en Madoera (Besuki) pada tanggaI 28 Juli 1908. Kariemnya dalam pemerintahan semakin menanjak hingga akhimya ditunjuk sebagai residen Surabaya. sekaligus anggota dan ketua NIAS, Surabaya pada tahun 1928.

Seiring dengan pengangkatan W.Ch. Hardeman sebagai anggotaRaad van Indie di Batavia, de Man ditunjuk sebagai gubemur pengganti di Jawa Timur berdasarkan besluit tanggaI 14 April 1931, No. 32 dengan gaji £ 2000 per bulan. Proses penunjukan sebagai gubemur sendiri tak urung menimbulkan beberapa polemik. Ada beberapa calon yang sebenamya diajukan untuk mengisi kekosongan gubemur ini, seperti: de Brinks, H.H. de Cock, C.A. Schnitzler. Tetapi dengan berbagai pertimbangan, pilihan jatuh pada G.H. de Man.

Pemilihan de Man sebagai gubemur Jawa Timur ini tidak lepas dari campur tangan pendahulunya. Hardeman lebih condong pada G.H. de Man. Menurut Hardeman, G.H. de Man dianggap orang yang cocok menggantikannya. Dia mempunyai kemampuan dan kepribadian yang baik untuk memimpin Propinsi Jawa Timur. Di samping itu, Hardeman sudah tabu betul kualitas de Man. Ia abdi pemerintah yang taat. Hardeman pemah bekerja sama dengannya sebelum itu. ltulah yang disampaikan Direktur Binnenlandsch Bestuur pada Gubemur Jenderal di Batavia dalam surat rahasianya.

Banyaknya calon yang diajukan untuk maju dalam pemilihan Gubemur Jawa Timur ini juga mengundang campur tangan Raad van Indie. Maka ia pun turut memberikan sumbang sarannya. Bahkan ia menambahkan kandidat baru dalam bursa calon gubemur, yaitu.JHB Kuneman, residen Priangan Tengah. Pada akhimya Raad van Indie menyetujui G.H. de Man sebagai gubemur Jawa Timur dengan pertimbangan bahwa sejauh ini ilia memiliki prestasi yang bagus dalam pemerintahan.

Penunjukan G.H. de Man sebagai gubemur ini tak ayal juga menimbulkan sakit hati dari residen Probolinggo, G. Scholten. la merasa telah disepelekan karena tidak tercantum dalam daftar calon. Karena itu ia berkirim surat pada Direktur Binnenlandsch Bestuur alas kejadian yang menimpanya. la menceritakan bahwa selama 5 tahun menjadi residen di Probolinggo, ia mampu bekerja sama baik dengan Gubernur saat itu. la juga banyak membawa perubahan dalam pemerintahan termasuk sebagai ketua Gemeente Raad van Probolinggo.

Dalam suratnya Scholten menyebutkan banyak kesuksesan yang telah dicapai selama menjadi residen. Sayangnya gubemur Hardeman tidak mempertimbangkan ini, dan mengajukan nama de Man sebagai penggantinya. ltu sebabnya Scholten telpaksa meminta penjelasan pada Direktur Binnenlandsch Bestuur tentang hal ini.

Selama menjadi gubemur, G.H. de Man melanjutkan kebijakan yang telah mulai dilakukan oleh Hardeman. Untuk menambah modal pembangunan, ia mengusulkan peminjaman likuasi sebesar f 340.000,- yang akan dibayar dalam tempo 19 tahun mulai 1933 sampai 1951. UsuI pinjaman ini diketahui oleh Provinciaal Raad van Oost Java yang akhimya menyetujui sejumlah pinjaman itu untuk modal pembangunan pipa air minum bagi wilayah Surabaya SeJatan, Bangkalan, Lumajang, Pamekasan, dan lain-lain.

Dalam pelpajakan, bersama Provinciaal Raad menentukan daftar pajak untuk jalan, pengurangan taksiran pajak kendaraan bermotor. Meskipun begitu ada yang keberatan atas pajak jalan yang telah ditentukan, seperti: NV Mineraal Waterfabriek Hellfach & co, Surabaya. Akhinya gubemur De Man menetapkan besamya pajak yang harus dibayar.

Dalam bidang keuangan, gubemur de Man memberikan subsidi pada beberapa rumah sakit dan klinik baik swasta, pemerintah dan keagamaan, seperti RS. Zending, RS. PKO Muhamadiah. lajuga membantu subsidi bagi perkumpulan, seperti: rumah yatim piatu, perkunipulan pemuda, Museum. la banyak memberi perhatian pada kaum pengangguran dengan memberi subsidi berdasarkan kelas-kelasnya. Ini membuktikan bahwa de Man konsen terhadap krisis yang melanda penduduk pada saat itu.
Pada bidang pertanian, ia menyarankan pada para petani dan pengusaha perkebunan untuk menggunakan pupuk guna peningkatan produktivitas. Diharapkan penggunaan pupuk ini dapat disebarJuaskan pada masyarakat yang mayoritas bergerak di sektor agraris.

Beratnya tugas yang harus diselesaikan, ditunjang daya tahan tubuh yang tidak begitu kuat, membuat G.H. de Man jatuh sakit. Menurut dokter yang memeriksa, gubemur menderita komplikasi bludrek.Ini membuat kondisinya Lemah dan tidak dapat berpikir berat. Dokter menyarankan agar ia beristirahat di Pacet, sehingga benar-benar lepas dari rutinitas kantor. Atas saran dokter pula ia mengajukan pennohonan cuti pada Gubemur Jenderal. Di samping itu sudah 5 tahun ini ia beJum pemah mengajukan cuti. Gubemur Jenderal melalui besJuit tanggal 8 Oktober 1932, No. 32 memberikan cuti selama 1 bulan dan mengijinkan untuk dibawa ke Pacet bersama anak istrinya.

Pada awal tahun 1933, secara tiba-tiba Gubemur de Man mengajukan permohonan diri untuk pensiun dari dinas karena ingin kembaJi ke tanah air bersama keluarganya. Saat itu ia telah berusia 45 tahun dan telah 25 tahun mengabdikan diri pada pemerintah. Pada Direktur BinnenJandsch Bestuur, ia telah merencanakan untuk memesan tempat di kapal Sibajak dari Stoomvaart Mij. Rotterdamsche Lloyd.

G.H. de Man akhimya diberhentikan dengan homat dari dinas melaui besluit tanggal 10 Maret 1933 No. 23 sejak tanggal 21 Juni 1933. Ia juga berhak alas sejumlah pensiun dari Directeur van Financien. Atas pengunduran dirinya, ia mengadakan kunjungan resmi pada Gubemur Jenderal. Di samping telah berpamitan melalui surat. Berkaitan dengan pengunduran dirinya pula, de Man telah menyampaikan pemori pengunduran diri pada Direktur Binnenlandsch Bestuur sebagai pertanggungjawaban. Di dalamnya ia menyampaikan berbagai kebijakan yang dilakukan selama menjadi Gubernur dari tanggal 1 Mei 1931-Juni 1933, diantaranya Bestuur Politie, lndeeling en Bestuur, dan lain-lain.

Dengan berhentinya G.H. de Man, ada kekosongan jabatan di Jawa Timur. Gubemur Jenderal dalam suratnya memberikan pandangannya mengenai kandidat gubernur di Jawa Timur. Di antara calon yang disebut adalah: residen Kuneman, residen de Brinks, de Vrees, dan Jain-lain. Rupanya pemerintah pusat Jebih condong pada JHB. Kuneman yang sebeJumnya adalah residen. J .H.B. Kuneman akhimya ditunjuk sebagai pengganti GH. De Man menjadi gubemur Jawa Timur.

 

PEMERINTAHAN
MASA GUBEMUR J.H.B. KUNEMAN

( 1 Juli 1933 -30 April 1936)

 
 
 
   

JHB Kuneman diangkat sebagai Gubernur Jawa Timur pada periode 1933-1936 menggantikan GH. De Man. Kariernya dalam pemerintahan diawali setelah ditunjuk sebagai Adspirant Controleur Majalengka pada tanggal30 November 1909. Ia pernah pula menjadi Bestuur Academie Controleur Pada tanggal 21 Apri1 1911. Pada tahun 1930, ia ditunjuk sebagai Sekretaris di Keresiden Cirebon .

Kariemya semakin menanjak setelah ia menjadi Residen Priangan Tengah sejak tanggal l November 1931. Dia sempat dicalonkan sebagai Gubernur Jawa Timur menggantikan W.Ch. Hardeman. Pencalonan ini terpaksa ditunda karena dianggap ia masih terlalu muda dan ada calon lain yang dianggap lebih mampu memimpin Jawa Timur. Jabatan Gubernur Jawa Timur diterima setelah G.H. de Man mengakhiri jabatannya karena mengajukan pensiun.

Pada masa pemerintahannya, banyak kebijakan politik ekonomi dan sosial telah dikeluarkan untuk memajukan masyarakat Jawa Timur. Dalam hal pembangunan fisik diketahui bahwa telah dilakukan pembangunan, perbaikan, perawatan terhadap dam, pengairan, tanggul penahan air, serta penyambungan pipa air untuk kepentingan masyarakat. Sebagai konsekuensi terhadap eksploitasi PAM dikenakan tarifbaru.

Meskipun begitu banyak kasus yang muncul berkaitan dengan tarif rewa meteran air, seperti usul Dewan Kabupaten Bangkalan yang mengajukan mosi tidak percaya terhadap layanan PAM. Hal ini memicu perubahan tarif yang kemudia disetujui oleh Dewan Propinsi Jawa Timur.

Untuk menghindari kerusakan lebih Ian jut terhadap sarana jalan raya, dilakukan perbaikan dan penutupan untuk jenis angkutan tertentu, seperti cikar. Dalam ketetapan itu juga disebutkan batas kecepatan bagi kendaraan yang melewati. Di bidang telekomunikasi, ia membuat perubahan dalam pemasangan kabel telepon dan telegraf bawah laut dari wilayah Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi menuju Tjandikusumo (Bali) dan ini berakhir di Blimbingsari.

Di bidang kehutanan, mengingat pentingnya konservasi hutan bagi kelangsungan ekosistem dan juga kepentingan umat manusia, maka dibuatlah peraturan perlindungan hutan di Jawa Timur. Peraturan ini dibuat dengan merubah peraturan yang sudah ada.

Ini terpaksa dilakukan untuk menghindari kerusakan hutan lebih Ian jut akibat ulah orang-orang tidak bertanggungjawab Di samping itu juga perlu disadari bahwa hampir seluruh wilayah Jawa Timur dikenal sebagai penghasil kayu jati.

Masalah pengangkutan penumpang, barang serra hewan temak melalui pengangkutan laut juga menjadi pematiannya. Untuk menjaga ketertiban dan kelancaran pelayaran tersebut, serra menjaga arus transportasi antara wilayah di Jawa Timur yang terpisah dengan pulau-pulau maka dibuat peraturan. Peraturan ini dibuat untuk melengkapi aturan yang sebelumnya dan dikeluarkan oleh Residen Pasuruan pada tanggal 21 September 1906. Di dalamnya telah tercakup berbagai ketentuan mengenai penumpang, juragan, pelayaran tradisional,jumlah penumpang yang boleh naik, jumlah barang maupun ternak termasuk di dalamnya sangsi bagi yang melanggar peraturan.

Sebagai seorang Gubernur, banyak sisi menarik dari JHB Kuneman dalam membuat kebijakan di pemerintahannya. Banyak permasalahan pegawai pemerintah yang akhimya memerlukan campur tangannya untuk menyelesaikan, seperti masalah permohonan cuti pegawai, pemberhentian pegawai karena kasus penyelewengan, penggelepan uang pada proyek pembangunan PAM Bangil oleh AE Davidz, pembayaran pensiun pada janda pejabat-pejabat pribumi, dan lain-lain. Segala keputusan dan ketetapan yang dibuat, dilakukan melalui kesepatan dengan Dewan Propinsi Jawa Timur dan College van Gedeputeerden.

Penggelapan uang rupanya telah menjadi bagian dari budaya pegawai pemerintah semenjak masa lampau. Banyak penyimpangan keuangan terjadi pada mereka yang pekerjaannya terkait dengan uang. Masalah penggelapan terbanyak terutama mengenai pembayaran uang garam yang tidak disetorkan. Akibatnya beberapa mantri garam terpaksa hams membayar ganti rugi dan mengembalikan setoran. Beberapa kasus menyebabkan mereka terpaksa ditahan bahkan dicopot dari jabatannya. Meskipun demikian ada pula yang berkeras bahwa ia sudah menyetorkan kekurangan uang.

Sehingga meminta hak dan nama baiknya dikembalikan. Ada pula diantara mereka yang keberatan alas sejumlah ganti rugi yang hams dibayar.

Campur tangan Gubernur Kuneman tampak pula dalam masalah perekonomian masyarakat.lni terlihat dari dikeluarkannya instruksi-instruksi untuk kepala pasar dan pegawai bawahannya di Bondowoso.lni dilakukan untuk menghindari penyelewengan dan permainan harga oleh pedagang luar. Dengan demikian pemerintah bisa mengendalikan perdagangan tembakau yang saat itu menjadi primadona dalam komoditi dagang.

JHB. Kuneman mengakhiri jabatannya sebagai Gubernur Jawa Timur dan digantikan oleh Ch. O van der Plas Pada tahun 1936. Meski demikian tidak berarti ia berhenti dari pemerintahan. Ia masih ditunjuk sebagai anggota sekaligus pendiri Dewan Kolonisasi berdasarkan besluit tanggal 12 Januari 1937 No. 23. Beberapa saat kemudian ia ditunjuk sebagai Komisi pusat untuk migrasi dan kolonisasi pribumi. Dan masih banyak lagi jabatan lain yang diemban setelah itu.

PEMERINTAHAN
MASA GUBERNUR Mr. H.C. HARTEVELT

(9 Juli 1941-1942)

 
 
 
   

Heffilan Comelis Hartevelt, lahir di Leiden pada tabun 1890. la menyelesaikan pendidikannya di Eindexamen Gymnasium, Eindexamen Nederlandsch Indie Administratie Dienst, Doctoraal Examen Nederlandsch lndie Recht dan Klein Notariaat.

Kariernya dalam pemerintahan diawali sebagai Adspirant Controleur di Keresidenan Kedu, melalui besluit penunjukkan tanggal27 Agustus 1917, No. 69. Pada saat itu ia mendapat gaji f 300,- per bulan dalam usianya yang masih 27 tabun. Kariernya tems meningkat ketika ia diangkat lagi sebagai Asisten Resident voor de Politie di Residensi Malang Pada tanggal 27 Juni 1928 No.1 0 dengan f 775,- per bulan.

Hartevelt pernah diangkat sebagai Residen Pekalongan, sebelum diangkat sebagai Gubernur Jawa Timur. prestasinya yang tinggi dalam pemerintahan membuatnya terpilih sebagai Gubernur Jawa Timur melalui Besluit Guremur Jepe tanggal 9 Juli 1941.

Seb

DINAS PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN PROPINSI JAWA TIMUR

Jl. Menur Pumpungan No.32 Surabaya, Telp (031) 5947830, Fax (031) 5921055
Jl. Jagir Wonokromo No. 350 Surabaya, Telp (031) 8499941-5, Fax (031) 8499941
E-mail: disperpusip@jatimprov.go.id