Penjelasan mengenai konsep masyarakat informasi sebagaimana yang dijelaskan oleh Daniel Bell dan Manuel Castells membawa kita akan penyadaran bahwa betapa perkembangan teknologi informasi memberikan pengaruh yang besar pada sendi-sendi kehidupan masyarakat. Bell (dalam Sugihartati, 2010) memprediksikan akan adanya “Masyarakat Pasca Industri” dan bahwa informasi serta teknologi informasi adalah kekuatan utamanya sehingga tanpa memiliki kemampuan untuk mengolah informasi dan dukungan teknologi informasi, masyarakat tidak akan mampu bertahan dan survive dalam melangsungkan kehidupannya. Melalui penjelasan Bell tersebut dapat kita bayangkan betapa konsep masyarakat yang akan kita tuju yaitu masyarakat pasca industri di dalam melangsungkan interaksi serta kegiatan perekonomiannya sangat bergantung dengan teknologi informasi. Masyarakat pasca industri banyak yang memilih bekerja atau mengembangkan industri jasa yang tentunya tidak terlepas dari bantuan teknologi informasi. Dapat kita lihat bahwa saat ini hal tersebut memang benar terjadi di sekitar kita. Sebagai contoh yaitu tokopedia, bukalapak, dan shopee yang menawarkan jasa belanja online sehingga pembeli cukup memesan barang yang ingin dibeli dengan bantuan internet dan kurir akan mengantarkannya ke rumah pembeli.
Sementara konsep masyarakat informasi yang dikemukakan oleh Castells yaitu “Masyarakat Jaringan (network society).” Castells mengutarakan pandangannya tentang kemunculan masyarakat, kultur dan ekonomi yang baru dari sudut pandang revolusi teknologi informasi, seperti televisi dan komputer. Terjadi perubahan dahsyat di bidang pengelolaan dan peran informasi, melainkan juga melahirkan restrukturisasi fundamental terhadap sistem kapitalis yang ia sebut sebagai “kapitalisme informasional” yang kemudian memunculkan istilah “masyarakat informasi” (Castells dalam Sugihartati, 2014). Kemunculan masyarakat informasi dan dan kapitalisme informasional tersebut didasarkan pada “informasionalisme” yaitu suatu mode perkembangan di mana sumber utama produktivitas terletak pada optimalisasi kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi berbasis pengetahuan dan informasi (Castells dalam Sugihartati, 2014).
Hal terpenting dalam masyarakat informasi ini adalah jaringan, begitulah yang disebutkan oleh Castells (dalam Sugihartati, 2010). Jaringan ini bersifat terbuka, mampu melakukan ekspansi tanpa batas, dan mampu berinovasi tanpa merusak sistem. Memungkinkan munculnya perusahaan jaringan (enterprise network). Kemunculan masyarakat informasi tersebut juga berimplikasi terhadap eksistensi perpustakaan sebagai salah satu lembaga pengelola informasi di mana perkembangan kecanggihan teknologi yang telah direspon oleh masyarakat membuat mereka meningkatkan kemampuan pengumpulan maupun penemuan informasi melalui internet tanpa perlu mengunjungi perpustakaan ataupun berkonsultasi dengan pustakawan ataupun pengelola jasa informasi (Yamazaki dalam Sugihartati, 2010)
Berkaca dari hal tersebut dapat kita bayangkan bahwa perpustakaan akan kehilangan eksistensinya apabila perubahan masyarakat yang tengah terjadi ini tidak dianggap sebagai peluang sekaligus tantangan yang perlu segera diantisipasi. Sebenarnya perpustakaan merupakan lembaga yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat informasi, mengingat perpustakaan merupakan lembaga pengelola informasi. Namun perlu adanya pengembangan dari perpustakaan untuk mengikuti dinamika penggunanya di mana peran pengelola perpustakaan juga menjadi strategis di sini. Akan tetapi kenyataan yang ditemui di lapangan adalah kebanyakan muncul sikap defensif karena merasa terancam oleh sesuatu yang baru dan yang tidak mereka pahami serta inovasi dan perubahan pola pikir sering diterima dengan sikap dingin (Tapscott, 2013).
Berdasarkan pemaparan di atas, pengelola perpustakaan sangat perlu membuka pola pikirnya guna berfokus memberikan pelayanan yang mampu menjawab tantangan dari adanya konteks masyarakat pasca industri dan masyarakat jaringan. Keterbuakaan wawasan dan pikiran sangatlah diperlukan disini. Mengingat konteks masyarakat yang dihadapi adalah masyarakat pasca industri dan masyarakat jaringan. Sehingga pola pikir yang digunakan dalam pelayanan yang diberikan tidaklah sama dengan menghadapi masyarakat yang kebanyakan masih bekerja di sektor primer dan sekunder. Perubahan atau pengembangan perpustakaan guna mengikuti perubahan masyarakat yang sedang kita tuju saat ini tentu memerlukan dana terkait dengan konteks penggunanya yang tidak dapat terlepas dari teknologi informasi. Oleh sebab itu perlu adanya restrukturisasi organisasi perpustakaan di mana perpustakaan sebagai organisasi non profit dapat mengambil keuntungan dengan syarat-syarat tertentu yaitu selama keuntungan itu dapat dinikmati masyarakat umum, seluruh anggota, dan digunakan sebagai dana operasional (Oleck dalam Prastowo, 2012).
Daftar Pustaka
- Gong, Gol A dan Agus M. Irkham. 2012. Gempa Literasi. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia
- Prastowo, Andi. 2012. Manajemen Perpustakaan Sekolah Profesional. Yogyakarta: DIVA Press
- Sugihartati, Rahma dan Fitri Mutia. 2010. Masyarakat dan Perpustakaan di Era Revolusi Informasi. Universitas Airlangga
- Sugihartati, Rahma. 2014. Perkembangan Masyarakat Informasi dan Teori Sosial Kontemporer. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group
- Tapscott, Don. 2013. Grown Up Digital: Yang Muda Yang Mengubah Dunia. Jakarta: Kompas Gramedia