Surabaya, 8 Mei 2025 – Satu langkah besar kembali diambil dalam upaya merawat ingatan nasional. Bertempat di Hotel Santika Premiere Gubeng, Surabaya, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur bersama Perpustakaan Nasional Republik Indonesia menggelar kegiatan bertajuk “Penggalian Potensi Naskah Kuno Nusantara sebagai Ingatan Kolektif Nasional (IKON) di Jawa Timur.”
Kegiatan ini tidak hanya menjadi forum ilmiah, tetapi juga menjadi momentum kebudayaan yang mempertemukan akademisi, pustakawan, budayawan, peneliti, tokoh pesantren, hingga komunitas pelestari naskah kuno dari seluruh penjuru Jawa Timur.
Dalam sambutannya, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur, Ir. Tiat S. Suwardi, M.Si., menekankan bahwa pelestarian naskah kuno bukan sekadar upaya melestarikan benda lama, tetapi adalah usaha menjaga kesinambungan ingatan kolektif nasional.
“Naskah kuno adalah warisan peradaban, memuat nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan, hingga sistem sosial dan politik yang pernah hidup di masa silam. Ia bukan sekadar tulisan tua, tetapi jejak identitas bangsa yang harus terus dirawat,” ujarnya di hadapan para tamu undangan.
Dukungan regulasi dari negara turut memperkuat pijakan kegiatan ini. Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, serta UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan menjadi dasar hukum pelestarian naskah kuno.
Jawa Timur memegang peranan strategis dalam sejarah intelektual Nusantara. Dari masa Kerajaan Kanjuruhan, Kediri, Singhasari, Majapahit hingga era kolonial, wilayah ini menjadi pusat kebudayaan dan pendidikan. Tak heran jika ribuan naskah kuno tersimpan dan masih bertahan di berbagai komunitas masyarakat.
Pondok pesantren, khususnya di wilayah Madura, Tapal Kuda, Mataraman, hingga Pantura, menjadi pusat penting transmisi keilmuan melalui naskah beraksara Arab Pegon, Jawa, dan Arab-Melayu. Tak hanya kitab keagamaan, naskah tentang pengobatan tradisional, cerita hikayat, hingga filsafat dan tasawuf turut mewarnai khazanah manuskrip di wilayah ini.
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur mencatat terdapat 1.531 naskah kuno yang telah dipetakan, melebihi jumlah yang tercatat di katalog nasional yang menyebutkan 1.055 naskah. Ini menjadi bukti bahwa masih banyak potensi yang belum tergali secara maksimal.

Kegiatan yang berlangsung sejak pagi hingga sore ini dibagi dalam dua sesi panel utama. Hadir sebagai pembicara pada sesi pertama adalah Dra. Sri Sumekar, M.Si. (Pustakawan Ahli Utama Perpusnas RI sekaligus Sekretaris Dewan Pakar IKON) dan Dr. Abimardha Kurniawan, M.A. (Dosen Universitas Airlangga). Ibu Sri Sumekar) menyajikan gambaran luas tentang pentingnya registrasi naskah kuno, serta strategi filologis dan digitalisasi sebagai bentuk adaptasi naskah di era modern dan Bapak Abimardha mmenyampaikan materi Menjaring Babad Trunajata dan Serat Ajisaka tenger sebagai Inagtan Kolektif Nasional.
Sesi kedua menghadirkan Ahmad Kholili Kholil, atau yang terkenal dengan Gus Oying, tokoh muda Nahdlatul Ulama sekaligus peneliti dari Nahdlatut Turots, serta Bayu Ari Wibowo, peneliti dari Museum Blambangan, Banyuwangi. Gus Oying tetang Jejak Pemeikiran dan Intelektual Syaikhona Kholil dan Bayu mengangkat sisi lokalitas dan tantangan aktual dalam upaya pelestarian naskah di Masyaraka tBlambangan khususya Naskah Tuhfah Al Muursaah dalam Bentuk Macapat.
Moderasi pada kedua sesi ini dipandu oleh Melkion Donald, M.Hum., yang merupakan Kepala Bidang Deposit dan Pelestarian Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Jawa Timur. Ia turut menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat adat dalam menjaga warisan dokumenter.
Program “Ingatan Kolektif Nasional” atau IKON adalah inisiatif strategis dari Perpustakaan Nasional untuk mendata dan mendaftarkan naskah-naskah kuno yang memiliki nilai penting bagi sejarah bangsa. Tidak hanya sebagai dokumen referensi, naskah-naskah ini berpotensi menjadi warisan dunia melalui program UNESCO Memory of the World (MoW).
Beberapa naskah dari Jawa Timur telah lebih dahulu mendapat pengakuan dunia, seperti Negarakretagama—catatan perjalanan kerajaan Majapahit—dan Cerita Panji—kisah epos dari era Kediri. Melalui kegiatan ini, diharapkan muncul kandidat baru dari Jawa Timur untuk diajukan dalam IKON 2025.
Yang menarik dari kegiatan ini adalah kehadiran berbagai komunitas pelestari dan akademisi dari berbagai daerah. Tercatat lebih dari 25 tokoh penting dan institusi hadir, termasuk Manassa Surabaya (Masyarakat Pernaskahan Nusantara), Akademisi Prodi Bahasa dan Sastra Jawa UNESAyasaya Perpustakaan Seni dan Budaya Puspa Lulut dari Malang.
Tak kalah penting, forum ini juga memperlihatkan antusiasme para pustakawan muda dan tenaga ahli filologi yang menjadi garda depan dalam konservasi naskah. Mereka tidak hanya menjaga fisik naskah, tetapi juga berupaya mengalihwahanakan isi naskah ke dalam bentuk digital dan terjemahan populer agar bisa diakses publik luas.
Meski potensi besar, pelestarian naskah kuno di Jawa Timur tidak lepas dari tantangan. Banyak naskah tersimpan dalam kondisi rentan, tanpa perawatan memadai, bahkan di sebagian tempat hanya disimpan oleh perorangan yang tidak memiliki pengetahuan konservasi. Di sisi lain, belum semua daerah memiliki kebijakan pelestarian yang terintegrasi dengan pengembangan kebudayaan.
Namun, sinyal optimisme begitu terasa dalam acara ini. Dengan dukungan berbagai pihak, mulai dari Perpusnas, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, dinas kebudayaan, pesantren, hingga komunitas adat dan akademisi, pelestarian naskah kuno mulai menemukan bentuk kolaboratif yang kuat.
Di akhir sambutannya, Ir. Tiat S. Suwardi mengajak seluruh peserta untuk tidak berhenti pada dokumentasi semata. “Mari kita promosikan dan sosialisasikan kembali nilai-nilai luhur hasil olah pikir leluhur Nusantara. Jadikan ini modal sosial budaya yang mampu memperkuat bangsa dan ikut membawa peradaban Indonesia ke pentas dunia.”
Ia juga berharap kegiatan ini bukan sekadar seremonial, melainkan menjadi titik awal dari gerakan besar pemajuan literasi sejarah dan budaya berbasis naskah kuno di Jawa Timur dan Indonesia. Jawa Timur, dengan segala kekayaan manuskripnya, kini diharapkan dapat menjadi barometer pelestarian naskah kuno di Indonesia. Dalam ikhtiar menjaga memori kolektif bangsa, naskah-naskah tua ini adalah lentera yang menuntun perjalanan kita sebagai anak-anak peradaban Nusantara (*/wdp)

