Webinar BAHASA “ Bahas apa Saja” sebagai program bimbingan literasi oleh Disperpusip Jatim bagi masyarakat, kini hadir secara berkala, setiap dua pekan sekali. Dilaksanakan secara daring, melalui live zoom dan youtube. Program ini menjadi wadah diskusi dan sharing informasi bagi masyarakat Indonesia khususnya Jawa Timur, dengan senantiasa mengangkat tema-tema menarik, yang berasal dari setiap usulan masyarakat maupun hari-hari besar dalam setiap bulannya, dengan menghadirkan narasumber yang ahli dan kompeten dibidangnya.
Dalam suasana menyambut peringatan Hari Pers yang jatuh setiap tanggal 09 Februari, Program Bahasa kali ini, tepatnya dilaksanakan pada hari selasa, 08 Februari 2023, mengusung tema “Kolaborasi Perpustakaan dan Pers dalam Meningkatkan Literasi Informasi Masyarakat”. Diikuti lebih dari 100 partisipan baik yang bergabung melalui live zoom maupun youtube.Terdiri dari mahasiswa, pelajar dan masyarakat umum lainnya.
Mendatangkan dua orang narasumber luar biasa yakni Bapak Suko Widodo, beliau merupakan Dosen Ilmu Komunikasi Unair dan juga Bapak Diar Candra yang merupakan Jurnalis Jawa Pos. Dipandu oleh moderator Ibu Ima Kamtari selaku Pustakawan Disperpusip Jatim.
Pers Indonesia mengalami begitu banyak perkembangan. Bapak Diar Candra memaparkan sejarah pers di Indonesia dari semenjak awal abad ke-20, era penjajahan, era revolusi bagaimana pers digunakan sebagai media untuk menyuarakan perjuangan bangsa Indonesia untuk diakui oleh dunia sebelum akhirnya mendapat pengakuan di Konferensi Meja Bundar 1949. Dilanjut dengan era demokrasi terpimpin, era orde baru, dan terus bergulir hingga era pers saat ini. Media pers juga terus mengalami evolusi mulai dari koran, radio, televisi, internet yang awalnya hanya bisa diakses melalui komputer hingga akhirnya kini dapat diakses melalui gawai masing-masing.
Pada era saat ini, musuh terbesar pers adalah hoax. Hoax adalah informasi bohong, yang tidak mengandung unsur kebenaran di dalamnya. Media sosial menjadi tempat paling mudah untuk menyebarkan hoax, dikarenakan tidak adanya filter, menyebabkan setiap individu/orang cenderung membuat informasi sesuka hati.
Ada dua cara dalam menangkal hoax. Yaitu dengan menggunakan alat bantu/tools dan tanpa alat bantu.Jika memilih tanpa tools maka: Harus skeptis. Apa yang berasal dari internet tidak boleh langsung dipercaya. Jika judul atau informasi terlalu bombastis, patut dicurigai hoaks. Jangan terburu-buru klik atau menyebarkan ulang. Lanjutkan dengan komparasi berita atau informasi itu dengan media mainstream. Jika informasi disebar lewat WhatsApp (WA), biasanya terlihat ada alamat webnya. Alamat yang mencurigakan seperti nama web tidak familiar, atau plesetan dari situs resmi, patut dicurigai sebagai informasi palsu.
Jika memilih dengan tools maka: Untuk artikel, bisa dicek melalui Google dan pastikan mendapatkan referensi dari media mainstream. Untuk gambar, bisa menggunakan Google Images atau Yandex. Masing-masing web punya fitur upload gambar. Kedua search engine itu akan menunjukkan gambar aslinya. Untuk video, screenshot bagian yang paling penting dan jelas. Masuk ke Yandex, unggah image hasil screenshot, dan pilih similarity. Yandex akan mengarahkan ke situs tertentu yang paling mirip.
Dilanjutkan dengan pemaparan oleh Bapak Suko Widodo. Beliau menyampaikan bahwa begitu pentingnya sebuah kata. Apa yang akan dilakukan ketika seseorang tidak mempunyai kemampuan untuk membaca, karena masa depan terletak pada kemampuan literasi. Kedua, hanya orang-orang yang rajin membaca lah yang memiliki masa depan.
Membaca seperti menarik ke masa silam, ibarat menarik sebuah anak panah / busur, apabila tarikannya lemah, lompatannya juga tidak akan terlalu panjang, namun apabila tarikannya kuat, maka lompatannya bisa mencapai lebih jauh. Ada keterkaitan antara masa lalu, masa kini dan masa depan. Pada masa kini, agar kedepannya bisa lebih baik, kita harus menarik ke belakang, dan masa itu dapat dilihat melalui perpustakaan, catatan, dokumen, arsip yang kemudian membuat kita memiliki informasi yang cukup. Maka dari itulah tugas kita untuk membaca.
“Negeri ini akan hancur, ketika anak-anak milenial tidak lagi suka membaca.” Kata Bapak Suko Widodo. Anak-anak muda saat ini telah menjadi prosumer, produsen sekaligus konsumer informasi. Maraknya fenomena FOMO (Fear of missing out) membuat mereka berlomba-lomba untuk tidak ketinggalan, mengirim dan mengupload informasi apapun ke sosial media tanpa mengetahui apakah informasi itu benar adanya. Maka dari itu, dengan rajin membaca, kita akan bisa memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi mana saja informasi hoax dan mana yang bukan. (wafiq)