Di negara kita koleksi bahan dokumenter mengenai perorangan atau masyarakat, khususnya dalam lingkup kebudayaan belum banyak. Dapat dikatakan mereka kalah dengan tokoh politik atau selebritis. Padahal informasi manusia dan kebudayaan masyarakat di suatu daerah lebih menarik untuk dikaji. Ia tidak akan usang dimakan waktu, bahkan akan selalu dicermati perkembangannya. Oleh karena itu, perlu dicari upaya untuk pengumpulan data dan informasi yang berkenaan dengan budaya dan adat-istiadat suatu komunitas masyarakat sebagai rekaman fakta budaya bangsa
Akhir Pebruari 2014 Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur (BAPERPUSIP) melalui Bidang Penyelamatan Arsip Statis melakukan pendokumentasian Masyarakat Osing di Banyuwangi. Kegiatan dilakukan melalui wawancara sejarah lisan dengan tokoh masyarakat Osing dan pemotretan kondisi masyarakat setempat. Lokasi yang diteliti ada di Desa Kemiren Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi. Desa ini telah ditetapkan pemerintah sebagai cagar budaya dan desa wisata Osing. Diharapkan melalui kegiatan ini dapat terekam perkembangan masa kini sebagai memori kolektif, sebagai bagian integral dari eksistenti suatu bangsa. Rekaman memori inilah arsip yang merupakan asset berharga sebagai sumber daya di masa kini dan mendatang.
Selama dua hari dan menginap di perkampungan Osing yang tenang, memberi kesan untuk didatangi kembali, apalagi belum terekam seluruh sendi kehidupan masyarakat. Pada kesempatan kali ini BAPERPUSIP mewawancarai Bapak Purwadi, tokoh masyarakat yang memahami budaya dan adat-istiadat Osing. Informasi yang terekam dalam 2 (dua) kaset C-60 adalah sekitar sejarah, religi/kepercayaan, bahasa, arsitektur, upacara, seni budaya, mata pencaharian, sistem kekerabatan, sistem kemasyarakatan dan dinamika kabudayaan sekarang terhadap dunia luar. Melalui wawancara ini ternyata banyak informasi yang selama ini mungkin belum diketahui banyak orang. Misalkan adanya “kawin colong” yang sah dalam tradisi Osing. Menurut Purwadi budaya ini masih terjadi di Desa Kemiren. Biasanya terjadi apabila orang tua pihak gadis tidak setuju dengan lelakinya, maka lelaki tersebut melarikan dan menyembunyikan pujaan hatinya di rumah orang tuanya. Selama bermalam wanita ini harus ditemani wanita kerabat lelaki. Untuk memberitahukan orang tua wanita, pilak laki-laki mengirim “colok” atau utusan yang disegani untuk memberitahukan keberadaan anak gadisnya. Selanjutnya disepakati tunangan atau hari pernikahan.
Apabila gadis berasal dari luar desa, maka di perbatasan desa, kerabat pihak laki-laki sudah menyambut dengan seperangkat pakaian baru bagi gadis tersebut. Purwadi juga mencemaskan apabila tradisi ini kemudian masuk dalam ranah hukum negara RI, maka permasalahannya akan lain, meskipun sampai saat ini katanya belum pernah terjadi.
Selain wawancara BAPERPUSIP juga melakukan pendokumentasian sekitar situasi Desa Kemiren, arsitektur rumah adat Osing dan tradisi Baca Lontar yang kebetulan pada hari Selasa malam sedang diadakan. Kegiatan pendokumentasian kebudayaan Osing masih perlu dilanjutkan, untuk merekam berbagai tradisi dan seni yang diadakan dalam waktu-waktu tertentu. Berbagai adat antara lain Barong Ider Bhumi merupakan upacara Bersih Desa, Mepe Kasur dengan selamatannya pada Bulan Dulhijjah, Tari Gandrung, dan sebagainya. (bw)